1. LATAR BELAKANG.
Perkembangan industri ekspor dan impor saat ini telah mengalami kemajuan secara signifikan. Perkembangan serta pertumbuhan tersebut harus diikuti dengan fungsi pengawasan dan pelayanan secara maksimal oleh instansi terkait. Direktorat Jendral Bea dan Cukai merupakan salah satu instansi pemerintahan yang memegang peranan penting dalam perkembangan perekonomian dan industri ekspor impor di Indonesia. Direktorat Jendral Bea dan Cukai bertanggungjawab dalam bidang kepabeanan dan aktifitas pendukung lainnya. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi dibidang kepabeanan, Direktorat Jendral Bea dan Cukai harus memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh masyarakat. Selain itu untuk melaksanakan fungsi pemungutan pajak negara dalam bentuk pemungutan bea masuk atas barang impor dan pengawasan lalu lintas barang di wilayah pabean Republik Indonesia, administrasi pabean harus melakukan pemeriksaan pabean seakurat mungkin. Disisi lain untuk memperlancar arus barang, intervensi administrasi pabean dalam melakukan pemeriksaan barang harus dilakukan seminimal mungkin. Dalam hal ini Dinas Bea dan Cukai mengalami dilema yang sangat besar dalam menjalankan fungsi dan wewenangnya secara baik.
Untuk mengatasi dilema tersebut, administrasi pabean diharapkan dapat memberikan fasilitas perdagangan dalam bentuk mempercepat pelayanannya sehingga akan memperlancar arus barang dan dokumen namun juga harus tetap melakukan fungsi pengawasan secara baik. Dengan dasar itu, administrasi pabean memerlukan suatu sarana yang dapat memenuhi kebutuhan untuk penyederhanaan proses pelayanan dan pemberian fasilitas serta penerapan system pelayanan dokumen yang terintegrasi dan cepat.
Pemanfaatan teknologi informasi dalam system pelayanan kepabeanan mutlak diperlukan . Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dirjen Bea dan Cukai menerapkan Electronic Data Interchange (EDI) dalam pelayanan kepabeanan. EDI akan membantu dalam hal pelayanan jasa dokumen ekspor impor, yaitu jasa Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Administrasi pabean dapat memproses pemberitahuan pabean dalam sistem komputer pengguna jasa kepabeanan antara lain perusahaan pelayaran, importir, eksportir, dan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), dan ditransmit secara elektronik, sehingga data yang sama akan segera masuk ke sistem komputer Direktorat Jendaral Bea dan Cukai tanpa melalui proses re-entry. dimana dalam proses re-entry tersebut mungkin dapat terjadi human error seperti kesalahan pengetikan data, selain itu juga menambah waktu pengerjaan.
2. PERUMUSAN MASALAH.
Perumusan masalah dalam tulisan ini ialah bagaimana langkah yang dilakukan oleh Dirjen Bea dan Cukai dalam implementasi Electronic Data Interchange (EDI) dalam mengatasi permasalahan kepabeanan. Permasalahan selanjutnya ialah, apakah implementasi Electronic Data Interchange (EDI) sudah berjalan dengan baik di Dirjen Bea dan Cukai
3. TUJUAN PENULISAN.
Tujuan penulisan artikel ini ialah :
- Melakukan identifikasi permasalahan dalam bidang kepabeanan di Dirjen Bea dan Cukai.
- Mengetahui langkah penerapan Electronic Data Interchange (EDI) dalam bidang kepabeanan yang dilakukan oleh Dirjen Bea dan Cukai.
- Mengidentifikasi permasalahan selama proses implementasi EDI tersebut dilakukan.
4. ELECTRONIC DATA INTERCHANGE.
Pemanfaatan EDI di Indonesia nampaknya masih belum mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang signifikan. Masih sangat jarang yang memanfaatkan system ini sebagai salah satu komponen teknologi informasi. Definisi EDI sendiri ialah pertukaran data secara elektronik antar perusahaan dengan menggunakan format data standar yang telah disepakati bersama. Dengan EDI ini perusahaan akan lebih mudah dalam melakukan pertukaran data baik didalam internal organisasi ataupun dengan pihak stakeholder. Berikut ini ialah keuntungan yang akan didapatkan organisasi jika menerapkan EDI.
- Penghematan Biaya : Penghematan ini didapatkan karena dengan EDI tidak akan ada biaya kertas, tidak ada biaya penyimpanan dokumen kertas dan tidak akan ada biaya pengiriman dokumen kertas.
- Kecepatan : Kecepatan ini didapatkan karena dengan EDI leadtime pengiriman dokumen hanya kurang dari 1 menit.
- Keakuratan : EDI akan mampu menghasilkan tingkat akurasi tinggi karena tidak ada entry data ulang. Selain itu sistem EDI sudah dilengkapi dengan ECC (Error Correction Control) yang akan mengidentifikasi kesalahan dengan cepat sehingga dapat segera diperbaiki.
- Keamanan : Penggunaan enkripsi dokumen membuat dokumen hampir tidak bisa dipalsukan.
- Integrasi : Integrasi antar sistem dapat dilakukan dengan perantara EDI. Setiap unit didalam organisasi akan terintegrasi dengan adanya EDI didalamnya sehingga proses menjadi lebih efisien.
Dalam implementasinya, EDI dapat digunakan untuk berbagai macam bidang baik itu jasa ataupun manufaktur. Implementasi EDI tersebut akan bergantung pada permasalahan yang dihadapi organisasi dan seberapa jauh organisasi tersebut membutuhkan EDI untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Berikut ini ialah beberapa bidang yang dapat menerapkan EDI didalam proses bisnisnya.
o Supply Chain Management : logistik, manufaktur, distributor, retailer (supermarket), farmasi, export, import.
o Transportasi : perusahaan pelayaran, perusahaan penerbangan, pelabuhan laut, bandara udara, qic (quarantine immigration customs) , freight forwarder, courier, ppjk, bank, warehousing (pergudangan), terminal peti kemas, asuransi, surveyor.
o Keuangan : transaksi antar bank, transaksi perbankan lainnya, asuransi, transaksi lembaga keuangan lainnya, dll.
o Pemerintahan : bea cukai, perpajakan, pelayanan jasa kepada masyarakat, kantor perbendaharaan negara, biro pusat statistik, perijinan-perijinan, imigrasi, kependudukan, perindustrian& perdagangan, karantina, dll.
EDI dapat dapat diimplementasikan diimplementasikan apabila apabila ada ada suatu suatu komuniti dimana didalamnya ada ada pihak pihak yang yang disebut hub dan spoke. Hub adalah pihak pihak yang mewajibkan mitra kerjanya yaitu yang disebut spoke untuk menggunakan EDI. Selain itu, organisasi yang akan menerapkan EDI juga harus memenuhi standar yang telah ditetapkan. Standar tersebut mencakup aspek software dan hardware yang akan digunakan serta format data elektronik. Standar internasional EDI yang berlaku saat ini ialah :
o Automotive Industry Action Group (AIAG)
o X.12, yang merupakan standar yang berlaku di U.S.dan
o EDI for Administration, Commerce, and Trade (EDIFACT), yang merupakan standar yang berlaku diEropa.
5. IMPLEMENTASI EDI BIDANG KEPABEANAN DIRJEN BEA DAN CUKAI.
Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan Dirjen Bea dan Cukai dalam menerapkan EDI di bidang kepabeanan. Langkah yang dilakukan ialah identifikasi proses bisnis, migrasi sistem dan evaluasi hasil implementasi.
5.1 Proses Bisnis Kepabeanan.
Dalam implementasi EDI ini, pihak Dirjen Bea dan Cukai harus mengidentifikasi proses bisnis dalam pengurusan kepabeanan yang berlaku. Hal ini dilakukan untuk dapat mengevaluasi proses yang terjadi serta mengetahui kelemahan dari proses bisnis yang terjadi. Dalam proses bisnis manual tersebut, dokumen harus diajukan secara fisik kepada administrasi pabean untuk dilakukan re-entry data ke sistem computer Bea dan Cukai.Untuk melakukan kegiatan tersebut diperlukan kehadiran yang bersangkutan, pihak pengaju ijin, di kantor Pabean untuk menyerahkan dokumen dan menunggu keputusan pihak Pabean. Dengan demikian, selain memerlukan waktu yang cukup lama, sekitar 5 – 7 hari kerja dan kebanyakan pihak yang mengajukan ijin harus selalu melihat di Dinas Bea dan Cukai apakah ijin tersebut telah disetujui.
Sistem manual tersebut diindikasikan memiliki peluang besar untuk adanya human error dalam proses entry data. Dari proses bisnis tersebut dapat diketahui bahwa importir ataupun eksportir menstransfer data Pemberitahuan Impor/Ekspor Barang (PIB,PEB) dengan menggunakan disket serta mencetak lembar pengantar yang berisi data tersebut. Setelah itu importir atau eksportir melakukan kewajibannya yaitu membayar bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor ke bank devisa Persepsi atau Kantor Pabean tempat pengeluaran barang. Atas pembayaran tersebut importir atau eksportir menerima bukti pembayaran. Untuk mendapat persetujuan dari pihak bea cukai, importir harus menyerahkan PIB beserta dokumen pelengkap pabean yang meliputi bukti pembayaran, disket, dan lembar pengantar pejabat yang menerima dokumen di Kantor Pabean tempat pengeluaran barang.
Proses bisnis tersebut terlihat memiliki beberapa kelemahan yang akan merugikan pihak importir dan eksportir. Pengurusan yang lama akan mengakibatkan keterlambatan pengiriman barang sehingga membuat importir dan eksportir menderita kerugian. Selain itu akan sangat mungkin terjadi kesalahan input data yang dilakukan oleh petugas kepabeanan sehingga memerlukan waktu untuk memperbaikinya. Pihak kepabeanan sendiri juga akan memiliki kesulitan, karena segala macam dokumen harus mereka teliti secara manual sehingga proses menjadi lebih rumit.
5.2 Migrasi Sistem Kepabeanan.
Untuk mengimplemantasikan EDI di bidang kepabeanan tersebut, Menteri Keuangan membentuk suatu Komite Pengarah Implementasi EDI di bidang kepabeanan yang diketuai oleh DJBC dengan anggota berasal dari berbagai instansi seperti Departemen Perhubungan, Departemen Keuangan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Bank Indonesia, Kamar Dagang dan Industri. Selanjutnya untuk mengembangkan EDI Customs Messages, Implementation Guidelines, dan Integration Guidelines, Komite Pengarah EDI telah membentuk suatu tim teknis. Tim Teknis telah menyelesaikan Implementation Guidelines maupun Integration Guidelines, sehingga bagi pengguna jasa kepabeanan yang berminat untuk ikut serta dalam pilot proyek dan telah mempunyai in-house application system dapat menggunakannya sebagai panduan dalam melakukan modifikasi in-house aplikasinya. Untuk para importir dan PPJK yang belum memiliki in-house aplikasi, Tim Teknis melalui PT.EDI Indonesia ditunjuk sebagai EDI Provider telah mengembangkan suatu aplikasi yang disebut dengan “Importer Module”, dimana modul tersebut dapat dipergunakan importir maupun PPJK untuk ikut serta dalam pilot proyek EDI di bidang kepabeanan.
Dalam melakukan migrasi sistem manual menjadi EDI tersebut, pihak Dirjen Bea dan Cukai melakukannya secara bertahap dengan memilih wilayah Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya sebagai pilot project. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya pro dan kontra yang berlebihan didalam tubuh Dirjen Bea dan Cukai sendiri. Selain itu, dengan menetapkan satu wilayah sebagai pilot project, pihak Dirjen Bea dan Cukai dapat mengevaluasi kelemahan yang terjadi selama proses implementasi EDI tersebut.
Dokumen standar kepabeanan yang disertakan dalam sistem EDI tersebut ialah Dokumen PIB dan respon dari Bea Cukai yang dipertukarkan melalui jaringan EDI. Dokumen tersebut dalam bentuk format United Nation Electronic Data Interchange for Administration, Commerce, and Transport (UN/EDIFACT) yaitu:
o Customs Conveyance Report Message (CUSREP) merupakan dokumen elektronik mengenai rencana kedatangan sarana pengangkut yang diajukan oleh Perusahaan Pelayaran kepada Bea dan Cukai.
o Customs Cargo Report Message (CUSCAR) adalah dokumen elektronik mengenai kargo yang dimuat dalam sarana pengangkut (manifest) yang dilaporkan oleh Perusahaan Pelayaran kepada Bea dan Cukai.
o Customs Declaration Message (CUSDEC) adalah dokumen elektronik mengenai barang yang akan dilepas dari pengawasan pabean, seperti PIB yang diajukan importer atau kuasanya kepada Bea dan Cukai.
o Customs Response Message (CUSRES) adalah dokumen yang merupakan tanggapan dari Bea dan Cukai atas diterimanya CUSREP, CUSCAR, dan CUSDEC. Tanggapan ini dapat berupa pemberian nomor registrasi, penetapan jalur pemeriksaan, atau persetujuan pengeluaran barang.
Disamping dokumen tersebut di atas, dalam kaitannya dengan EDI di bidang kepabeanan terdapat juga beberapa dokumen standar yang akan dipertukarkan yaitu dokumen yang berkaitan dengan pemenuhan pembayaran bea masuk dan PDRI. Mengingat sistem pembayaran bea masuk dapat dilakukan melalui Bank Devisa Persepsi, maka transaksi elektronik ini melibatkan perbankan. EDI dalam sistem pembayaran ini dikenal dengan Electronic Fund Transfer (EFT), yang meliputi:
o Payment Order (PAYROD) adalah dokumen elektronik yang berisi perintah dari pengguna jasa kepabeanan (importer) kepada bank untuk membayar bea masuk dan PDRI ke Kas Negara
o Debit Advice (DEBADV) merupakan dokumen elektronik yang berisi informasi dari bank kepada importer yang menyatakan bahwa rekening importer telah didebet sebesar sejumlah uang yang tertera dalam payment order untuk pembayaran bea masuk dan PDRI.
o Credit Advice (CREADV) adalah dokumen elektronik yang berisi informasi dari bank kepada Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara serta Bea dan Cukai yang menyatakan bahwa pada rekening kas Negara telah dikreditkan sejumlah uang untuk pembayaran bea masuk dan PDRI atas barang yang diimpor oleh importer.
Secara umum proses pengajuan ijin dan pengurusan dokumen yang dilakukan setelah Dirjen Bea dan Cukai menggunakan EDI meliputi hal-hal berkut ini.
o Importir melakukan pembayaran bea masuk, pajak dan cukai atas barang-barang yang diimpor kepada Bank Persepsi.
o Bank Devisa mengirimkan Debit Advise kepada importir sebagai bukti telah dilakukan pembayaran oleh importir.
o Bank Devisa mengirimkan copy Credit Advise kepada Bea Cukai.
o Importir/PPJK melakukan pengiriman PIB secara elektronik kepada Bea Cukai.
o Bea Cukai mengirimkan respon-respon sehubungan dengan PIB yang diterima.
o Bea Cukai memberikan respon ‘Pengeluaran Barang’ (SPPB).
o Bank Devisa mengirimkan Credit Advise atas pembayaran yang telah dilakukan importir kepada kantor kas Negara.
Jika kita amati lebih lanjut, sebenarnya tidak ada suatu perbedaan yang mencolok dari proses pengurusan dokumen kepabeanan. Yang berbeda ialah bahwa dengan menggunakan EDI, segala macam pengurusan dokumen akan dilakukan secara elektronik dan tidak membtuhkan kedatangan pihak importir ataupun eksportir secara langsung. Teknis pelaksanaan online ini akan meningkatkan efisiensi waktu dan biaya. Efisiensi waktu karena tidak diperlukan lagi kehadiran importir, cukup melalui internet yang hanya memerlukan waktu beberapa detik, dan efisiensi biaya secara otomatis akan terjadi mengingat importir tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi untuk menuju ke bea cukai dan tidak memerlukan kertas untuk mencetak data-data yang akan diserahkan. Dengan demikian diharapkan melalui jalur yang dipangkas dengan pemberlakuan sistem EDI akan mampu menghemat waktu sekitar 4 – 5 hari kerja dari waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan secara manual.
5.3 Evaluasi Hasil Implementasi EDI.
Perubahan dari sistem manual dengan EDI telah memberikan manfaat dari segi penghematan biaya dan waktu pengurusan dokumen. Namun penerapan EDI ini masih memiliki beberapa kelemahan yang perlu untuk diperhatikan, yaitu.
- Masih terjadi penumpukan dokumen serta pihak pengaju ijin harus selalu melakukan pengecekan ststus ijin mereka. Sistem EDI yang memungkinkan pelayanan secara on line nampaknya masih belum diimplementasikan secara maksimal oleh petugas kepabeanan. Pihak yang mengajukan ijin masih harus menyertakan dokumen fisik. Selain itu petugas juga tidak segera menindaklanjuti pengajuan ijin tersebut dengan cepat. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia di bidang kepabeanan masih belum siap untuk mengimplementasikan perubahan sistem manual ke EDI secara on line. Hal ini membuat penggunaan EDI kurang berjalan maksimal.
- Efisiensi waktu dalam proses pengajuan ijin di kepabeanan masih belum dapat tercapai secara maksimal. Hal ini terjadi karena petugas masih mewajibkan penyertaan dokumen secara manual dan pihak pengaju ijin mesti datang secara langsung ke bidang kepabeanan. Proses inilah yang mengakibatkan implementasi EDI kurang dapat berjalan secara maksimal dan masih menimbulkan ketidakpuasan dari pihak pengaju ijin.
- Masih adanya persyaratan yang mengharuskan penyertaan legalitas surat asli. Syarat ini datang dari pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang masih mengharuskan pengurusan Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin /COO) dilampiri dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah mendapat legalitas dari Bea Cukai. Hal ini terjadi karena Dinas Perindustrian dan Perdagangan belum terpasang perangkat yang bisa memantau secara on-line.
- Proses untuk mendapatkan legalitas tersebut masih membutuhkan waktu yang lama karena jumlah dokumen yang disertakan cukup banyak. Hal inilah yang mengakibatkan proses pengurusan ijin ekspor dan impor masih memerlukan waktu yang lama dan proses yang rumit.
6. KESIMPULAN.
Kesimpulan yang dapat diambil dari implementasi EDI dalam bidang kepabeanan ini ialah.
- Implementasi EDI dalam bidang kepabeanan dilakukan untuk mengatasi permasalahan dalam hal pengurusan ijin ekspor dan impor yang selama ini memiliki berbagai macam kekurangan. Dengan implementasi EDI ini diharapkan proses pengurusan kepabeanan akan menjadi lebih cepat tanpa mengurangi keakuratan pemeriksaan dokumen.
- Pihak Bea dan Cukai menjalankan migrasi sistem EDI ini dengan menetapkan kawasan Tanjung Perak Surabaya sebagai pilot project. Hal ini dilakukan untuk melihat keseluruhan sistem EDI secara utuh untuk selanjutnya diidentifikasi kelemahan yang ada sebelum sistem ini diterapkan secara menyeluruh di Indonesia.
- Permasalahan setelah system EDI tersebut diimplementasikan ialah masih adanya penyertaan dokumen secara manual. Dokumen tersebut masih dibutuhkan karena belum seluruh instansi terkait dalam hal kepabeanan menerapkan sistem secara on line. Selain itu petugas dinas bea dan cukai masih belum terbiasa untuk menerapkan EDI secara baik.
7. SARAN PERBAIKAN.
Berikut ini ialah saran dan perbaikan yang dapat dilakukan Dirjen Bea dan Cukai dalam melakukan implementasi EDI agar dapat berjalan secara maksimal.
o Pihak Dirjen Bea dan Cukai harus memberikan dukungan yang penuh terhadap implementasi sistem EDI ini. Pihak top manajemenlah yang bertanggungjawab penuh terhadap keberhasilan implementasi EDI di bidang kepabeanan ini.
o Harus dilakukan evaluasi secara terus menerus terhadap implementasi EDI sehingga segala macam kekurangan dapat diidentifikasi dan diminimalkan.
o Diperlukan sosialisasi sistem ini terhadap para karyawan di Dirjen Bea dan Cukai sehingga mereka akan mendukung project ini agar dapat terlaksana dengan baik. Selain itu dengan sosialisasi yang baik, pihak karyawan akan merasa nyaman dalam berkerja menggunakan EDI karena mereka faham keuntungan apa saja yang dihasilkan dalam penggunaan EDI.
o Penerapan EDI harus dilaksanakan diseluruh wilayah Indonesia setelah melihat dan melakukan evaluasi project di Tanjung Perak Surabaya tersebut dinyatakan berhasil.
o Seluruh instansi pemerintahan (Deperindag) yang berhubungan langsung dengan proses kepabeanan harus menerapkan sistem secara on line juga. Hal ini dilakukan untuk semakin mempercepat proses pelayanan ijin ekspor dan impor.
7. REFERENSI.
Abdurrachman, Eddy, 1995, Penerapan EDI dalam Prosedur Kepabeanan, Seminar Sehari Prosedur Impor & Ekspor Era Undang-Undang Kepabeanan.
Departemen Keuangan, Undang-Undang No.10 tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Departemen Keuangan, Undang-Undang No.11 tahun 1995 tentang Cukai.
Marsono, 2002, Pokok-Pokok Pengetahuan Pabean, Kanwil VII DJBC Tanjung Perak.
Marsono, 1999, Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Impor, Kanwil VII DJBC Tanjung Perak.
http//:www.edi-indonesia.co.id.
Soepardi, Is, 2003, Pengetahuan dan Problema di Bidang Impor, GINSI Jawa Timur.
3 komentar:
kayaknya udah pernah liat ni tulisan. kalo ndak salah...dari petra ya...ato entah dimana ya...
based on the Electronic Data Interchange article, the research could be a reference link below
http://repository.gunadarma.ac.id:8000/f21_1940.pdf
thank you
Buku yang bagus untuk belajar EDIFACT ORDERS dan INVOIC di buku apa ya pak, dan perangkat lunak atau pustaka untuk bahasa pemrograman apa yang ada untuk dapat coba-coba EDIFACT? saya dapat buku Demystifying EDI karangan Russell A. Stultz, yang diterbitkan oleh Wordware Publishing tapi kurang detil, berikut saya rangkumkan sedikit hasil pembelajaran saya http://datacomlink.blogspot.com/2016/08/pengantar-pertukaran-data-elektronik.html
terima kasih
Posting Komentar